Langsung ke konten utama

Produksi Jagung, Petani Butuh Dukungan Sarana dan Jaminan Pasar

Sebuah catatan dari kaki Gunung Sinabung, Tanah Karo, Sumatera Utara, 19 November 2014.

Hujan baru saja membasuh Desa Perbesi dari sisa abu vulkanik Gunung Sinabung, ketika Basmi Ginting mulai bercerita mengenai kendala yang dihadapi para petani jagung di Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Para petani, jelasnya, sempat mengalami kelangkaan pupuk selama empat musim. "Kami kesulitan mencari pupuk bersubsidi selama empat musim. Yang ada hanya pupuk reguler dengan harga mahal, sampai Rp132.000/sak," ungkapnya di sela-sela acara Temu Petani Jagung yang diselenggarakan PT Syngenta Indonesia pekan lalu.

Belum lagi, lanjutnya, hingga saat ini belum ada jaminan kepastian harga jagung hasil panen para petani. Produk para petani seringkali ditawar dengan harga di bawah ketentuan.

Kondisi itu, ungkap Basmi, tak ayal membuat para petani resah. Tidak jarang, para petani jagung akhirnya memilih menjual hasil panennya kepada para pengumpul, yang langsung datang ke desa dengan tawaran murah, ketimbang membawa hasil panen ke kota untuk dijual ke sejumlah pabrik pakan hewan dengan harga yang tidak jauh berbeda.

 “Harga jagung pipilan hasil panen dengan kondisi [kadar air] 30% Rp2.200/kg dan bila dikeringkan lagi sekitar Rp2.450. Padahal harga kesepakatan untuk wilayah Sumatera Utara mencapai Rp2.700,” ujar petani jagung itu.

Keluhan yang serupa dilontarkan Ketua DPC Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sumatera Utara Tati Habib Nasution. Menurutnya, ketersediaan sarana dan prasarana yang tidak memadai, misalnya bibit dan pupuk masih menjadi masalah bagi petani lokal. "Sesudah tanam bibit pupuk yang dibutuhkan belum ada, setelah musimnya justru baru ada.”

Selain itu, para petani jagung pada umumnya kesulitan untuk menjual hasil panen dengan harga yang sesuai karena sulit memenuhi keinginan konsumen, seperti produsen pakan ternak yang menuntut penyesuaian kadar air dan juga kandungan kimia dalam hasil panen.

Pada akhirnya, jelas Tati, para petani lebih memilih para pengumpul atau tengkulak untuk menjualkan hasil panennya dengan harga yang dipatok jauh lebih rendah.

Padahal, dengan sumber daya, sarana dan prasarana yang cukup memadai, Sumatera Utara, khususnya wilayah Kabupaten Karo dapat meningkatkan hasil jagung secara signifikan. Dengan begitu, ungkap Tati, Sumatera Utara memiliki peluang untuk bersumbangsih bagi upaya pemerintah pusat mencapai swasembada pangan.

Kabupaten Karo memang menjadi daerah unggulan di Sumatera Utara bagi produksi jagung. Data Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo menyebutkan luas tanaman jagung di wilayah tersebut pada 2013 mencapai 69.604 ha degan produksi 425.994 ton. Dengan sumber sumber daya tersebut, jagung dan tanaman pangan lainnya bersumbangsih sekitar 40% dari 68% produk domestik regional bruto (PDRB) yang dihasilkan sektor pertanian di Kabupaten Karo.

Agustoni Tarigan, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo menyatakan wilayahnya menjadi penghasil produk jagung terbesar di Sumatera Utara. “Sementara secara nasional, Sumut menjadi penyumbang hasil produksi jagung terbesar kelima.”

Kendati begitu, dia menuturkan saat ini produktivitas para petani jagung masih terhitung rendah, yakni 6,4 ton/ha. Pemkab Karo, jelasnya, optimistis produktivitas para petani dapat dipacu hingga 12 ton/ha bila segala kendala yang dihadapi para petani bisa diatasi.

“Kita butuh bantuan pemerintah pusat dan para pemangku kepentingan lainnya untuk berkolaborasi dan berkoordinasi guna mendukung sarana dan prasarana, pembinaan dan juga jaminan harga,” tambahnya.

Apa yang diharapkan para petani dan pemerintah daerah di Kabupaten Karo nampaknya akan terjawab dengan target yang ditetapkan pemerintahan baru. Dengan sejumlah upaya yang dilakukan oleh pemerintah di bidang pertanian dan kelautan, Presiden Joko Widodo menargetkan Indonesia dalam tiga tahun mendatang dapat menikmati swasembada pangan khususnya beras, kedelai dan jagung.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah pun memprioritaskan pengembangan irigasi, bibit dan jaminan pasar pasar bagi hasil panen. Selain itu, perluasan wilayah juga menjadi fokus program kerja pemerintah. 

Menteri Pertanian Amran Sulaiman jaminan pasar menjadi penting agar saat masa panen mencapai puncak, ada pasar yang dapat menampung komoditas tersebut. "Untuk mecapai swasembada pangan perlu memprioritaskan irigasi, bibit, mekanisasi, dan jaminan pasar.”

Dengan begitu, para petani tidak lagi mengeluhkan sulitnya menjual hasil panen dengan harga yang pantas. Dan tidak ada lagi kendala untuk meningkatkan produksi panen dengan sarana dan prasarana yang didukung bantuan pemerintah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Driyarkara: Pendidikan sebagai Pemanusiaan Manusia Muda

Dewasa ini masyarakat dunia menghadapi sebuah perubahan global . Hal ini ditandai antara lain oleh semakin maraknya pertumbuhan industri kapitalisme dunia. Semua bidang kehidupan tidak bisa tidak terjerat dengan pengaruh global ini. Tidak terkecuali dengan pranata pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa ada kecenderungan dimana h ukum pasar yang berlaku diantara para pesaing industri pada tingkat global dapat mengarahkan pendidikan yang berorientasi pragmatis. Sesuai dengan hukum penawaran-permintaan , pendidikan hanya didasarkan pada aspek ekonomi. Jadi, ada kecenderungan bahwa pendidikan cenderung hanya mengarahkan anak-didik kepada gambaran manusia yang cakap untuk bekerja dan mendapatkan uang, jadi bukan gambaran manusia yang sebenarnya. Berhadapan dengan g ejala ini, pemikiran seorang filsuf, Nicolaus Driyarkara dapat dijadikan suatu bahan permenungan. Bagi Driyarkara pendidikan merupakan kegiatan sadar untuk memanusiakan manusia muda, yang dia sebut sebagai “hominisasi

Konformitas Dalam Pergaulan Sekolah

Tulisan ini bertujuan untuk memahami dinamika perilaku konformitas dalam pergaulan pelajar di sekolah formal. Bagaimana bentuk konformitasnya? Mengapa hal tersebut terjadi dan mempengaruhi tindakan-tindakan pelajar, serta bahkan dapat membentuk pola kepribadian?  Tulisan ini mengemukakan, bentuk konformitas dalam pergaulan pelajar yang lebih berupa akibat tekanan antar teman (peer pressure) yang terjadi dalam lingkungan yang homogen (sebaya). Kecenderungan untuk mengikuti suara terbanyak akan terjadi karena tekanan untuk menjadi sama terasa semakin besar. Dalam pergaulan sekolah anak didik terbiasa untuk selalu sama, bersikap konformis, sehingga selalu merasa tidak nyaman bila harus beda. Sikap ini dapat terus berlanjut dan membentuk pola kepribadian yang tidak mandiri. Kata kunci : Konformitas, peer group dan peer presure      S ebagai makhluk hidup yang tidak dapat hidup sendiri, sudah pasti kita sebagai manusia membutuhkan keberadaan orang lain untuk melangsungkan

Bisnis sebagai Profesi Etis?

Bisnis dan moralitas atau etika berbeda dan tidak ada hubungan sama sekali dan etika justru bertentangan dengan bisnis. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan norma-norma dan nilai moral karena bisnis adalah suatu persaingan yang menuntut pelaku bisnis berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa mencapai ‘keuntungan maksimal’. Ungkapan skeptis di atas sekiranya menggambarkan hubungan bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain. Hal ini juga nampak dalam fenomena umum dunia bisnis o utsourcing . Outsourcing seringkali dibahasakan sebagai sebuah strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada inti bisnisnya, namun dalam praktek pada umumnya didorong oleh ‘ketamakan’ sebuah perusahaan untuk menekan cost serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Namun, diskrepansi dua ranah sebagaimana terdeskripsikan di atas oleh Richard T. De George disebut sebagai ‘Mitos Bisnis Amoral’. Bisnis pada dasarnya tidak terpisahkan dari moral. Bisnis t